Sabtu, 31 Mei 2008

Dewi


Penyair Langit


apakah ini kisah akhir dari sebuah takdir
sampai aku tak bisa menulis puisi
menemui meneleponmu
karena lelaki buntal itu mengikat memenjaramu
dengan maklumat putus atau menjauhiku

seperti naga di tanah pilih
ia membelit tubuh di pucuk bukit
aku terkesima kehilangan darah dalam jiwa
kehilangan cinta

Dewi /1/

:dalam gerimis hujan

membayang wajahmu
dalam keremangan waktu cahaya membias
angin mengabarkan rinai hujan gerimis
lalu lirih suara menggema
dalam lautan teduh air bening
membasuh rambutmu
pandangan jauh ke angkasa maha
meraba detak jantung

dering suara melengking
mengetuk pintu tigakali
menyentak lamunan mengabarkan kisah
labuhkan cinta ke dermaga akhir

begitu lama sampai tak terkira
menghitung bunga bunga mekar
bahasa tubuh sepanjang bayang jatuh
dipungut gelisah cahaya sorga
lalu resah kabut bukit
membisikkan takdir
dalam kehidupan akhir


Dewi /2/


senantiasa memendam rasa
mazlina bias cahaya purnama
sendiri membawa keinginan
meniti hari penantian
menunggu teduh
mata yang luluh
riak kisah air

kisah air dalam hujan pagi
di muara pantai kita bisikkan takdir
untuk kehidupan akhir

kaupun membasahi wajah
menyapu tangan hingga kaki
setiap kali pertemuan

Dewi /3/


seperti angin kita melayang
mengikuti gelombang laut
susuri pantai pasir

aku mengingatmu selalu
dalam puisi

nyanyikanlah syair buluh perindu
mengabarkan keinginanmu
dalam hidup hingga batas akhir
di dermaga takdir





Dewi /4/

lalu datanglah kepadaku harum bunga
bunga cahaya tumbuh di dasar jiwa
tempat kupu kupu terbang mengelana
menyusuri sungai kecil membawa syair
syair rindu gemericik air
membawa senyum bagi penyair
dalam hidup hingga akhir



Medan, 15 April 08

Selasa, 27 Mei 2008

Kepadamu Perempuanku


Gemericik Air /1/


dari pucuk daun
angin menggerai rambutmu
melewati retak tanah
membasuh tetes keringat
kisah lama yang pahit

gemericik air
lagukan syair pilu perempuan
memecah batu tebing curam
lewat tepi rumpun keasingan

lena begitu lama dilamun petaka
dalam serpihan tanah merekah
gerimis jatuh membasah
seperti bayang sepanjang pandang
resah pada gelisah tubuh
cahaya sorga membawa aroma



Gemericik Air /2/


muara jauh entah dimana memendam rasa
lalu sendiri dibawa angin utara
melautkan teduh
mata yang jauh
jatuh dalam kabut hitam

kisah air dalam mimpi kenangan
hutan bakau pantai landai disapu badai
lalu kita membisikkan takdir
dalam kehidupan akhir

kaupun membasahi tiap langkah
menghitung persimpangan
dalam lima pertemuan

Gemericik Air /3/


seperti angin melayangkan keinginan
mengambara mengikuti gelombang
pecah di pasir
pulau tanpa daun ranting patah
dalam gelisah pasrah pada nasib

aku akan selalu mengingatmu
setiap kali hujan
lalu antara batu dan tanah merekah
kau membisikkan kata pilu

bernyanyilah mengusung pantai pasir
mengabarkan keinginanmu
dalam hidup yang tak pernah kau tahu
batas akhir setiap takdir

Medan, 15 April 08

Senin, 26 Mei 2008

Krismarlyanti


di tanah batak kita tinggalkan jejak
menghirup udara pagi
memandang bukit pohon pinus
meneteskan embun udara basah
menggigilkan tubuh
"jangan hirau sakitku" katamu
tengah anak anak berkayuh sampan
nelayan memancing ikan
"kenakan jaketmu" kataku
hujan gunung dibawa angin
kabut menutupi pandangan
lalu antara batu kecoklatan
kita nikmati keindahan