waktu lalu
jejek bayangmu mengusik kalbu
ada tangis tertinggal
ada suara menjadi rinai gerimis
membeku membentuk bulatan kecil
lalu wajah wajah kegalauan merubah arah angin
menguji ketenangan hari
menusuk ulu hati bila risau menanti
mencengkram jiwa menembus lara
waktu merubah angin
gelegar halilintar menyambar detak jantung
gemetar tubuh seluruh
dada bagai retak kaca yang tak tampak
wajahmu luka, tubuh dipasung beribu tanya
lalu waktu membawamu pergi
lalu aku menanti
menanti
menanti
kita merasa terkalahkan oleh keadaan
kita merasa di tembus serpihan bening kaca
tak tampak oleh mata tapi terasa bagai luka
aku mendekapmu dalam luka hari hari
menanti kembali setelah kau pergi
waktu membisikkan takdir itu
aku genggam jemarimu dalam tangis pilu
tak ingin kau pergi
tak ingin aku menanti kembali
biar luka di jiwa dan pedih di mata
lalu hidup menjadi sendiri menjadi sepi
tak ingin kau pergi
tak ingin aku menanti kembali