Di lau kawar kukenang igaumu, lantun danau dalam kelopak daun daun
lalu menyelami jiwamu, senandungkan resah para perindu
akan
kutuliskan getar ketakutan
tentang
api dan ceceran belerang
batu tawas
dan lahar panas
sungai
kecil bawah bukit
lalu
setelah itu
akan kudendangkan
gendang guro guro aron
di tengah
malam kabut tipis
karena tak ada
sesiapa selain hanya nestapa
tak ada
suara gelegar
tak ada
irama jantung berdebar
hanya
keluh jiwa
membawa
luka
mencatat
duka selamanya
menyisir
petaka melepas aliran air
lalu
istirah merasakan tubuh basah
ini sajak
ketiga
selepas tengah
malam menghitami cakrawala
sajak
kusut tentang igau
para
perindu yang bila musim angin tiba
darahnya
gigil
wajah
pucat pasi
di desa
kuta gugung
apa lagi
yang kau dendangkan, setelah lama terdiam
tanpa daya
duduk termangu, dalam sedih yang mencekam
menaburkan
bau lahar tanah makam
lantunkanlah
padaku, selalu, setiap waktu
isyarat
suara menjelajahi rupa mengeja nama
biar tubuh
letih mengawang
biar luka
hati melayang
A.
2012