Sabtu, 26 Januari 2008

Mihrab

tubuh yang kau tidurkan di semesta bumi
sebelum subuh menggeliatkan kabut
menepi di ujung ruang
menanti kabar memagut cemas penghabisan

setelah maut menyelimut di tangan berkeriput
doa di pusaran lubuk menggelinding berputar-putar membawa tubuhmu gemetar

berhentilah langkah menyusuri pasir dan gurun
di seberang bukit berbatu lelah
menghitung hari-hari penantian
menjelmakan kalut

setiap kali akan ada saja yang datang dan pergi
mengintai dari balik jendela
menghirup bau tubuhmu
yang selalu jalang selalu pulang
membanam cinta pada perseteruan angka-angka

waktu subuh menggigil ngilu pada siku
aku bersekutu menjelajah ruang angin pada musim
dingin bersendiri
menyeka debu pada dinding dan seketika raib
mengenang percakapan kita
rindu berpantun-pantun membawa tiga pucuk daun
gugur di putik bunga

waktu cemas melepas sakit dalam lumpur berbatu
sesaat mengalirkan tetes embun
mengucap salam ke paru-paru.
menggigil dalam lipatan cahaya
bersaksi bersujud simpuh menyusun kata-kata
jika makna nasibmu hitam di lumut batu
abadikah ia?


Medan, 2005 – 2006

Tidak ada komentar: