sepanjang mata
kering dan cemas
mengayuh perahu ke samudera
tak jelas arah dan batas
memburu ladang pertikaian
medan yang tak pernah bangun
disesaki perantau sepanjang tahun
barisan pelayat tanpa suara
berpantun pantun syair melayu
saling mendekap berharap
tak ada yang dapat mencatat
kota bagai tubuh ditenung segala dewa
kubur menganga ditunggui pedang pancung
raja dan datuk tak berdaya
hidup di kepung amarah
dikebiri sampai wajah pucat pasi
bangsawan melata melilit batang jati
rawa dangkal menghibur tulang belulang
tertanam setengah tubuh
dicekik laskar revolusi
di tanah deli pertikaian tak henti
guru patimpus meratapi sungai deli dan babura
medan putri di tanah wakaf, menjadi asing menjadi melata
menjadi selembar sajak
sejak kamboja di batu cadas
menyimpan segara riuh
segemuruh napas pertarungan
memandang istana tanpa tahta dan singgasana
geram meradang dalam pikiran
menunggu angin laut cina selatan
lalu tubuh dibayangi legenda purba
jatuh dari angkasa
seperti burung jatuh
arwah terbang dan melayang
mata mengambang
pandangan terlunta jauh mengembara
sampai tak menemukan kata
wajah kerut didetak waktu
membuka jendela membiru
dijemput takdir jejak tubuh
menghiba
meremas dada
mengharap nasib baik
gemuruh tubuh membentuk cakram
cahaya menampar sudut kota
menunggu waktu berubah
waktu pintu terbuka
segala yang tampak melayang di udara
saling tidak mengenali tanah kelahiran
semakin jauh tertikam semakin dalam terbenam
Medan, 2007
kering dan cemas
mengayuh perahu ke samudera
tak jelas arah dan batas
memburu ladang pertikaian
medan yang tak pernah bangun
disesaki perantau sepanjang tahun
barisan pelayat tanpa suara
berpantun pantun syair melayu
saling mendekap berharap
tak ada yang dapat mencatat
kota bagai tubuh ditenung segala dewa
kubur menganga ditunggui pedang pancung
raja dan datuk tak berdaya
hidup di kepung amarah
dikebiri sampai wajah pucat pasi
bangsawan melata melilit batang jati
rawa dangkal menghibur tulang belulang
tertanam setengah tubuh
dicekik laskar revolusi
di tanah deli pertikaian tak henti
guru patimpus meratapi sungai deli dan babura
medan putri di tanah wakaf, menjadi asing menjadi melata
menjadi selembar sajak
sejak kamboja di batu cadas
menyimpan segara riuh
segemuruh napas pertarungan
memandang istana tanpa tahta dan singgasana
geram meradang dalam pikiran
menunggu angin laut cina selatan
lalu tubuh dibayangi legenda purba
jatuh dari angkasa
seperti burung jatuh
arwah terbang dan melayang
mata mengambang
pandangan terlunta jauh mengembara
sampai tak menemukan kata
wajah kerut didetak waktu
membuka jendela membiru
dijemput takdir jejak tubuh
menghiba
meremas dada
mengharap nasib baik
gemuruh tubuh membentuk cakram
cahaya menampar sudut kota
menunggu waktu berubah
waktu pintu terbuka
segala yang tampak melayang di udara
saling tidak mengenali tanah kelahiran
semakin jauh tertikam semakin dalam terbenam
Medan, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar